Kisah perjalanan dakwah sunan muria

Kisah perjalanan dakwah sunan muria


nuansaislamiii - Sunan Muria atau bernama asli Raden Umar adalah salah seorang Walisongo yang mana keberadaannya mempunyai peran yang sangat penting di dalam penyebaran ajaran agama Islam. Wilayah yang menjadi tujuan penyebaran agama Islam oleh Sunan Muria yakni di Jawa Tengah tepatnya di gunung Muria.


Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga yang sangat terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan Kinanti. Selain itu juga beliau terkenal akan kesaktian ilmunya. Sunan Muria lebih menekankan dakwahnya kepada para kaum pedagang, nelayan dan juga rakyat jelata.


Beliau pada saat masih kecil bernama Raden Prawoto dan beliau juga kerap dipanggil dengan sebutan Raden Umar Said atau juga Raden Umar Syahid. Pada saat Beliau menginjak masa dewasa, kemudian beliau mempersunting Dewi Sujinah yang mana ia merupakan puteri dari Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung.


Sunan Ngudung sendiri adalah salah satu putera Sultan yang ada di Mesir yang telah melakukan perjalanan sampai tiba di pulau Jawa. Sedangkan Sunan Ngudung juga ayah dari Sunan Kudus..


Beliau juga pernah mempersunting seorang wanita yang sangat cantik bernama Dewi Roroyono. Dewi Roroyono sendiri adalah puteri dari Sunan Ngerang yakni seorang ulama yang sangat terkenal di Juwana.


Sunan Ngerang adalah guru Sunan Muria dan Sunan Kudus yang mempunyai kesaktian ilmu yang sangat tinggi. Puteri Sunan Ngerang tersebut menimbulkan pertumpahan darah yang mana menjadi bukti dari kesaktian Sunan Muria.


Dewi Roroyono serta Bukti Sunan Muria Sakti


Kisah kesaktian Sunan Muria telah banyak diceritakan di dalam kisah pertarungannya sehingga memperoleh Dewi Roroyono sebagai istri. Suatu kisah Sunan Ngerang yang begitu disegani di desa Juwana mempunyai puteri yakni Dewi Roroyono tengah berulang tahun di usianya yang ke 20.


Ketika itu syukuran diadakan oleh Sunan Ngerang dengan mengundang saudara, tetangga dan juga para muridnya. Murid Sunan Ngerang di antaranya Sunan Kudus, Sunan Muria, Adipati Pathak Warak dan Kapa beserta Gentiri.


Saat semua tamu undangan sudah berkumpul, maka Dewi Roroyono serta Dewi Pujiwati yaitu adiknya keluar dengan membawa hidangan yang akan disuguhkan. Kedua wanita tersebut memang sangat cantik.

  • Adipati Pathak Warak tersipuh kecantikan Dwi roroyono

Saat itu Adipati Pathak Warak tidak bisa menjaga pandangannya sehingga tergoda oleh setan dengan memandangi Dewi Roroyono sampai-sampai tidak berkedip.


Adipati Pathak Warak menggoda Dewi Roroyono dengan tindakan dan ucapan yang tak pantas bahkan kurang ajar yang membuat Dewi Roroyono marah dan malu.


Kemudian Dewi Roroyono pun sengaja menumpahkan minuman yang dibawanya ke pakaian Adipati Pathak Warak sehingga membuat Pathak Warak marah lalu memberi sumpah kepada Dewi Roroyono dan bahkan ia juga hampir menamparnya.

 

Akhirnya Dewi Roroyono segera masuk ke dalam kamarnya dengan menangis karena ia telah merasa malu atas tindakan dan ucapan Adipati Pathak Warak.

  • Usaha penculikan Dewi Roroyono

Saat malam syukuran telah selesai dan para tamu undangan pun sudah meninggalkan tempat kecuali tamu jauh termasuk Adipati Pathak Warak. Akan tetapi Adipati Pathak Warak masih terbayang wajah Dewi Roroyono sehingga ia tidak bisa tidur.


Akhirnya ia pun datang dengan mengendap-endap ke kamar Dewi Roroyono dan membiusnya menggunakan ilmu sirep. Adipati Pathak Warak masuk melalui genteng kemudian membawa Dewi Roroyono lewat jendela untuk dibawa ke Mandalika, Kediri.


Kemudian Sunan Ngerang mengetahui bahwa puterinya diculik oleh Adipati Pathak Warak sehingga beliau membuat sayembara yakni akan menjadikan penyelamat Dewi Roroyono sebagai saudara apabila ia perempuan.


Sedangkan jika yang menyelamatkan adalah seorang laki-laki maka akan menjodohkannya dengan Dewi Roroyono. Akan tetapi tak ada seorang pun yang berani menandingi Pathak Warak yang sakti. Namun Sunan Muria tidak takut menghadapi Pathak Warak dan ketika tengah perjalanan beliau bertemu dengan Kapa dan Gentiri yang pulang lebih dulu.

  • Penyelamatan Dewi Roroyono

Saat bertemu Kapa dan Genitri, maka Sunan Muria menceritakan semuanya dan karena mereka berdua sangat menghormati Sunan Muria, maka mereka ikut membantu dan menyuruh Sunan Muria untuk kembali saja ke padepokan. Akhirnya Sunan Muria tak ingin berdebat panjang dan memutuskan memenuhi permintaan mereka.


Akhirnya Kapa dan Gentiri berhasil membawa Dewi Roroyono atas bantuan seorang sakti mandraguna dari pulau Sparapat yakni Datuk Wiku Lodhang. Kemudian Kapa dan Gentiri mengembalikan Dewi Roroyono ke ayahnya.


Pada hari selanjutnya, Sunan Muria ingin memastikan bahwa Kapa dan Gentiri berhasil membawa Dewi Roroyono dan Di tengah perjalanan bertemulah dengan Pathak Warak dengan menunggangi kuda dan Sunan Muria pun menghadangnya.

  • Tumbangnya Pathak Warak oleh Sunan Muria

Sunan Muria bertanya kepada Pathak Warak akan keberadaan Dewi Roroyono. Akan tetapi Pathak Warak mengatakan bahwa Dewi Roroyono telah dibawa Kapa dan Gentiri dan kini ia akan merebutnya lagi.


Kemudian Sunan Muria mengatakan bahwa jika Pathak Warak mau mengambil Dewi Roroyono lagi, maka harus melangkahi mayatnya terlebih dahulu. Kemudian Pathak Warak pun memberikan serangan kepada Sunan Muria dengan jurus cakar harimau, namun tetap saja ia kalah dari Sunan Muria.

  • Hadiah sayembara

Karena Pathak Warak kalah oleh Sunan Muria yang membuatnya tidak mampu berdiri dan bahkan berjalan. Sedangkan Sunan Muria berjalan lagi ke Juwana yang disambut gembira oleh sunan Ngerang.


Kemudian Sunan Muria pun dijodohkan dengan anaknya yaitu Dewi Roroyono. Sedangkan hadiah untuk Kapa dan Genitri berupa tanah di daerah Buntar sehingga mereka berdua menjadi orang yang kaya raya.


Rasa sesal kapa dan gentiri

Sepertinya Kapa dan Gentiri telah terpesona akan kecantikan Dewi Roroyono semenjak mereka merebutnya dari Pathak Warak.


Akhirnya mereka juga tidak bisa tidur nyenyak karena menyesali dahulu tentang pemberian tawaran baik mereka untuk Sunan Muria. Dengan demikian mereka pun akhirnya menyulut dendam kepada Sunan Muria sebab tanpa perjuangan bisa mendapatkan Dewi Roroyono.

  • Kematian Gentiri

Akhirnya mereka pun nekat untuk merebut Dewi Roroyono dari Sunan Muria untuk dijadikan sebagai istri bergilir. akan tetapi mereka pun berakhir buruk sehingga membuat Gentiri yang pada saat itu beraksi terlebih dahulu sehingga kepergok oleh murid-murid Sunan Muria dan terjadilah pertempuran hebat.


Hingga pada akhirnya ke Gentiri pun berhadapan dengan Sunan Muria dan mati di tangannya.

  • Penculikan Dewi Roroyono oleh Kapa

Airnya kematian Gayatri pun tersebar ke berbagai daerah yang membuat Kapa tak henti-hentinya menjalankan niatnya ke Muria. Ia datang secara diam-diam ketika malam hari.


Saat itu tak ada yang mengetahuinya sebab Sunan Muria sendiri juga sedang berada di Demak Bintoro. Murid Sunan Muria yang menjaga Dewi Roroyono pun di bius oleh Kapa  dan berhasil menculik Dewi Roroyono ke pulau Sprapat..


Sepulangnya Sunan Muria dari Demak Bintoro bermaksud juga untuk datang ke pulau Sprapat menemui datuk Wiku Lodhang. Sunan Muria dengan datuk Wiku Lodhang diterima dengan baik oleh datuk, apalagi datuk Wiku Lodhang uang telah membantu merebut Dewi Roroyono dari Pathak Warak dahulu.


Sedangkan Kapa yang membawa Dewi Roroyono ke rumah datuk Wiku Lodhang tak disambut dengan baik. Bahkan hardikan serta nistaan oleh Datuk Wiku Lodhang diberikan kepada muridnya tersebut. Kapa juga disuruh untuk mengembalikan Dewi Roroyono dan ditolak oleh Kapa.


Pada akhirnya mereka berdua berdebat sampai lama dan tidak sadar bahwa Sunan Muria datang dan terkejut karena melihat istrinya terikat pada kaki dan tangannya. Sedangkan datuk Wiku Lodhang dan Kapa sedang bertengkar.


Kemudian datuk Wiku Lodhang berjalan membebaskan Dewi Roroyono dan pada saat itu terdengar Kapa menjerit. Saat itu Kapa sadar bahwa Sunan Muria telah datang hingga ia mengeluarkan serangan dengan jurus aji pamungkasnya namun berbalik kepadanya hingga membuatnya terbunuh.


Sunan Muria memiliki kesaktian yang bisa mengembalikan serangan dari lawan. Sunan Muria pun meminta maaf kepada Datuk Wiku Lodhang karena menyesal atas kejadian tersebut. Akan tetapi datuk Wiku Lodhang membenarkan Sunan Muria dan menyalahkan Kapa.


Akhirnya Datuk Wiku Lodhang pun menguburkan Kapa dengan layak. Sedangkan Sunan Muria pulang ke padepokan dengan membawa Dewi Roroyono.


Keteladanan Sifat Sunan Muria


Sunan Muria yang senang mengasingkan dirinya di tengah-tengah masyarakat jelata membuatnya lebih toleran dan juga peka dengan berbagai permasalahan yang ada. Bahkan sering sekali Sunan Muria memberikan solusi-solusi untuk beberapa masalah rumit yang terjadi.

 

Misalnya seperti saat terjadinya konflik internal pada tahun 1518-1530 di Kesultanan Demak. Pada saat itu Sunan Muria menempatkan dirinya sebagai penengah serta banyak memberikan solusi yang mampu diterima oleh semua pihak sehingga membuat Sunan Muria akhirnya banyak dihormati oleh semua kalangan.


Bahkan sifat keteladanan yang dimiliki oleh Sunan Muria tersebut dapat tergambar dari cara beliau yang lebih memilih masyarakat kecil untuk berbaur serta memilih untuk meninggalkan keramaian di kerajaan Demak. 


Metode dakwah bil hikam


Walaupun masyarakat telah menerima Sunan Muria dengan sangat baik, akan tetapi itu bukan berarti perjalanan dakwah Sunan Muria berjalan lancar-lancar saja. Mengingat penduduk yang berada di sekitar Gunung Muria kebanyakan masih menganut kepercayaan yang sudah turun temurun dan juga begitu kental sehingga sulit sekali untuk dirubahnya.

 

Maka dari itu, sebagaimana para wali lainnya Sunan Muria juga menggunakan metode dakwah bil hikam atau juga memberikan cara-cara yang bijak serta tidak memaksakan mereka.


Masyarakat di wilayah gunung Muria punya kebiasaan adat yakni melakukan kenduren, maka gaya moderat yang dilakukan ayah Sunan Muria kemudian beliau tiru yakni tidak mengharamkan adat kebiasaan kenduren untuk memperingati kematian dari anggota keluarga seperti telung dino sampai dengan nyewu.


sedangkan adat memberikan sesajen maupun membakar kemenyan oleh Sunan Muria kemudian diganti dengan berdoa kepada ahli kubur dan juga sholawatan.


Dalam berdakwah, Sunan Muria juga menciptakan tembang-tembang Jawa yang di dalamnya berisikan ajaran-ajaran Islam. Beberapa karya tembang Jawanya yang terkenal sampai sekarang seperti Sinom dan Kinanthi.


Tembang atau lagu Jawa digunakan supaya masyarakat lebih mudah dalam menerima serta mengingat nilai-nilai ajaran agama Islam yang terkandung di dalam tembang tersebut dan kemudian diaplikasikan di dalam kehidupan mereka.

 

Sedangkan supaya dapat berbaur dengan masyarakat yang berada di sekitar pegunungan Muria, maka Sunan Muria sering sekali memberikan keterampilan dan juga kursus bagi para nelayan, rakyat jelata, pedagang dan juga pelaut.


Dengan begitu Sunan Muria dapat mengumpulkan masyarakat yang pada dasarnya sebagai pekerja yang tidak memiliki waktu untuk belajar agama. Sehingga dengan diberikannya keterampilan dan kursus tersebut, maka Sunan Muria dengan mudah mengajarkan ajaran Islam.

 

Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang


Sebagaimana para wali lainnya yang mempertahankan kesenian wayang dan gamelan, Sunan Muria juga melakukan hal yang serupa. Beliau menggunakan kesenian wayang untuk dijadikan sebagai media untuk berdakwah. Budaya yang sudah ada tersebut tidak beliau rubah melainkan dimasuki oleh ajaran-ajaran Islam ke dalamnya.

 

Ada beberapa karakter dari lakon di dalam pewayangan yang beliau rubah yakni dengan membawakan pesan-pesan Islam, misalnya seperti kisah Petruk dadi Ratu, Mustakaweni, Kisah Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, Semar ambarang Jantur dan lain-lain.


Wilayah yang Digunakan Dakwah Oleh Sunan Muria


Dalam melaksanakan dakwahnya, metode dakwah ayahnya sering diadopsi oleh Sunan Muria. Akan tetapi, yang lebih dipusatkan oleh Sunan Muria yakni di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota serta daerah terpencil. Sedangkan tempat tinggal Sunan Muria yakni di suatu puncak gunung Muria yakni di desa Colo.


Berawal dari nama gunung Muria tempat tinggalnya akhirnya beliau disebut dengan nama Sunan Muria. Bukan hanya dakwah saja, Sunan Muria juga senang berkumpul dengan rakyat jelata untuk memberikan pengajaran dan keterampilan berdagang, melaut dan juga bercocok tanam.


Selain mengajarkan Islam di sekitar lereng dan gunung Muria beliau juga mengajarkan agama Islam di wilayah Kudus, Tayu dan juga Juwana. Dengan demikian Sunan Muria beserta keluarga dan murid-muridnya dikenal memiliki fisik yang cukup kuat.


Bagaimana tidak kuat, bayangkan saja Sunan Muria beserta pengikutnya harus naik turun gunung yang jaraknya sekitar 750 meteran demi menyebarkan Islam ke berbagai wilayah, tentunya fisiknya telah terlatih dan kuat.

 

Benda Keramat Peninggalan Sunan Muria


  • Air gentong


Sunan Muria juga meninggalkan benda berupa gentong yang saat ini menjadi tujuan bagi para peziarah. Menurut warga setempat, gentong yang berisikan air mengalir dengan terus menerus tersebut bisa menyembuhkan dan mencegah penyakit.


Selain itu juga orang-orang telah meyakini bahwa air tersebut bisa membersihkan jiwa serta baik bagi kecerdasan. Maka dari itu tak heran jika banyak para peziarah yang ingin menggunakan air gentong peninggalan Sunan Muria tersebut.


  • Pelana Kuda


Pelana kuda merupakan salah satu peninggalan Sunan Muria yang sering dipakai untuk mendatangkan hujan oleh masyarakat sekitar yang disebut dengan nama guyang cekathak yang memiliki arti memandikan pelana kuda. Hari yang dipakai untuk melakukan ritual tersebut yaitu pada hari Jum’at Wage ketika sedang musim kemarau.


Biasanya pelana kuda dibawa dari Masjid Muria ke arah mata air Sendang Rejoso kemudian dicuci. Setelah pelana kuda tersebut di cuci di mata air Sendang Rejoso, lalu air tersebut dipercikkan ke para warga. Selanjutnya mereka akan membaca sebuah doa serta dilanjutkan dengan sholat istisqa yakni sholat minta hujan.


Selanjutnya ritual akan ditutup dengan makan bersama menggunakan beberapa lauk seperti sayur-sayuran yang diberi parutan kelapa, gulai kambing dan juga opor ayam. Sedangkan makanan penutupnya adalah dawet yang dilambangkan dengan hujan pada setiap butir nya.


Semoga dari kisah sunan muria diatas, dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat


Belum ada Komentar untuk "Kisah perjalanan dakwah sunan muria"

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Mohon Maaf, jika Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk, J*di, P*rn*,SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

mungkin anda juga suka